VAw4HBTsJIe15camAdLyxmr6Gko2NgDKdvrlkFP2

Situs Liyangan, Peradaban Kuno Paling "Mind Blowing" Di Temanggung!

 

Saya Bersama Mas Yosi dan Ahli Pugar Liyangan

Situs Liyangan, sebuah sisa peradaban kuno yang kini masih menjadi puzzle bagi arkeolog, sejarawan serta budayawan. Situs Liyangan ini berada di lereng timur gunung Sindoro, tepatnya berada di dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung.

Situs Liyangan ini termasuk temuan baru di dunia cagar budaya, ini bermula dari aktivitas penambangan pasir warga sekitar di tahun 2000 yang menemukan strukutur semacam candi memanjang dan juga artefak kuno berupa patung-patung dan juga perabotan yang berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Atas temuan tersebut warga sekitar melaporkanya kepada pemerintah yang kemudian ditindak lanjuti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya. Penelitian dilakukan dari 2008 hingga saat ini.

Akses utama Situs Liyangan 

Saya sendiri mengetahui situs Liyangan ketika SMA, sebagai anak IPS saya mendapatkan mata pelajaran Sejarah, guru saya memaparkan tentang eskavasi situs Liyangan. Semenjak itu saya makin penasaran dengan penggalian dan segala temuan dari situs ini, salah satu yang paling menarik adalah sebuah temuan bulir padi yang tertimbun material vulkanik selama ratusan tahun akan tetapi berhasil dibudidayakan kembali oleh warga sekitar, dan padi tersebut benar-benar hidup subur menghasilkan beras yang memiliki kualitas unggul.

Semenjak SMA saya memang memiliki ketertarikan terhadap kajian sosial budaya, saya tertarik dengan Sejarah, Sosiologi dan juga Geografi. Sewaktu SMA saya bersama teman-teman didampingi oleh guru membentuk tim Cagar Budaya Banjarnegara. Tim ini bergerak pada eksplorasi sejarah lokal dan temuan benda cagar budaya di Banjarnegara yang belum terinventaris dengan jelas. Kami secara sukarela turut mempublikasikan dan mendata temuan-temuan ini.

Lokakarya Cagar Budaya BPCB - Hotel Pandanaran

Singkat cerita, adanya aktivitas ini kami kemudian terdaftar di BPCB Jawa tengah sebagai komunitas Cagar Budaya dan sempat mengikuti lokakarya di Semarang untuk konsolidasi arah komunitas-komunitas ini dalam mendukung pemerintah pada upaya pelestarian cagar budaya. Di momen inilah saya bertemu dengan mas Yosi dan juga mas Tedi. Beliau adalah Arkeolog sekaligus sejarawan expert yang turut andil dalam pemugaran situs cagar budaya di jawa Tengah dari pemugaran candi Dieng hingga pemugaran situs Liyangan!

Diskusi dengan mas Tedy dan Mas Yosi

Saat itu kebetulan kamar hotel kami bersebalahan, selepas acara selesai kami berkunjung ke kamar dan berdiskusi panjang tentang sejarah Dieng, dari komponen candi hingga penyangkalan sejarah yang didasari oleh temuan fakta baru di Dieng. Hingga diskusi berlajut membahas Situs Liyangan, beliau menceritakan panjang lebar dengan detail.

Struktur temuan

Sedikit saya ceritakan, situs Liyangan ini diduga dulunya merupakan sebuah pemukiman kuno yang sangat luas dan lebih tua masanya dari candi Borobudur. Peradabanya cukup maju dilihat dari peninggalanya yang begitu lengkap! Di situs Liyangan ditemukan struktur rumah, petirtaan, struktur candi, talud, kanal air, tempat pemujaan, perkakas rumah tangga berbahan keramik, logam dan bambu hingga lumbung padi yang bisa dibilang “utuh”. Struktur-struktur tersebut ditemukan dalam keadaan gosong tertutup  material vulkanik.

Skenerio sejarah yang paling kuat saat ini terkait situs Liyangan adalah masyarakat di sini dulunya sudah mengetahui perihal mitigasi bencana, dari hasil eskavasi tidak ditemukan “korban” di situs ini. hal tersebut mengindikasikan warga Liyangan masa lalu sudah berpindah dan mengevakuasi diri sebelum terjadi erupsi. Skenerio ini juga diperkuat dengan temuan prasasti Rukam di Parakan, Temanggung yang mengisahkan adanya sebuah desa yang rusak karena letusan gunung berapi. Sayangnya prasasti Rukam ini tidak menyebutkan secara rinci desa apa dan gunung di mana yang meletus, tetapi jika dilihat dari lokasi antara Parakan dengan Liyangan sangatlah dekat.

Struktur temuan yang belum dipugar

Belum lama ini saya mengunjungi situs Liyangan kembali, kondisinya sudah berkembang pesat atas pemugaran yang dilakukan dibanding dengan kunjungan pertama saya di 2018. Struktur candi dan struktur pemukiman yang kini berupa teras-teras bersusun mulai menampakan wujudnya, talud dan kanal serta benda-benda peninggalan semakin banyak ditemukan. Saat itu saya juga bertemu dengan mas Yosi kembali dan ia menuturkan bahwa area yang dibuka saat ini belum ada setengahnya, situs Liyangan diperkirakan bisa meluas dengan posisi saat ini baru “terasnya” saja yang dieskavasi dan pugar.

Struktur tangga mendominasi lokasi ini, dasaran candi dan juga posisi antar struktur berupa undak-undakan yang semakin menarik temuanya ke arah atas. Di situs Liyangan terdapat 5 Spot yang diberi kode Spot A hingga Spot E yang meliputi area pemujaan, struktur jalanan, lokasi Lingga Yoni, lokasi aliran air, dan lokasi penemuan material organik berupa ijuk, bambu, dan kayu yang disinyalir sebagai area pemukiman material rumah warga yang sudah menjadi arang.

Gabah Padi temuan yang dibudidayak ulang- src: FB Kandang Kebo

Seperti yang saya ceritakan di awal, salah satu temuan unik di situs ini adalah adanya gabah atau bulir padi yang berhasil dibudidayakan ulang. Pada situs Liyangan ini ditemukan lumbung padi yang lengkap dengan gabah padi yang hangus menjadi arang karena erupsi vulkanik. Namun, struktur lumbung padi ini bisa dibilang utuh setelah ratusan bahkan ribuan tahun kayu dan ijuk atapnya masih berwujud. Dari penuturan mas Tedy sewaktu kami berdiskusi di kamar hotel beliau, ia meneceritakan bahwa terdapat warga yang mengambil arang gabah padi dari situs Liyangan yang sedang digali. Kemudian arang yang diambil tersebut malah bertunas dan dicoba untuk dibudidayakan kembali. Upaya tersebut benar-benar berhasil menghidupkan padi yang berasal dari abad 9 hingga 10.

Struktur Dasaran

Ohiya, hasil uji dating karbon artefak di situs Liyangan ini menunjukan kehidupan di sini sudah ada sejak abad ke 6 masehi hingga 10 masehi. Serta artefak keramik yang ditemukan berasal dari Cina pada era dinasti Tang sekitar abad 9 atau awal abad 10. Beberapa artefak yang ditemukan juga mengindikasikan bahwa kehidupan yang pernah berlanngsung di Liyangan adalah era mataram kuno, hal tersebut diperkuat dari temuan bentuk kaki candi, bentuk sisi genta, bentuk setengah lingkaran serta pelipit persegi yang identik dengan gaya bangunan masa Mataram kuno. Di era tersebut yang paling mendekati adalah masa Dinasti Syailendra.

Arah ke lereng Sindoro yang masih belum dieskavasi

Bagi penggiat cagar budaya seperti saya, Situs Liyangan adalah spot yang sangat menarik untuk dikunjungi serta dipelajari setiap fakta yang ditemukan. Menyingkronkan setiap temuan satu dengan temuan lain bak puzzle yang harus diselesaikan. Meskipun tidak terlibat langsung, saya sangat senang dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam melestarikan situs seperti ini. dari penelitian yang dilakukan akan memunculkan fakta baru yang bisa jadi lebih “maju” daripada masa sekarang. Karena sejarah memiliki siklus berulang, mempelajari pola nenek moyang menjadi salah satu hal yang bijak untuk menghadapi masa depan. Salah satunya terkait mitigasi kebencanaan di pemukiman kuno situs Liyangan ini.

Untuk teman-teman yang tertarik berkunjung ke situs Liyangan ini, bisa berkunjung dari pagi hari hingga sore, lokasi parkirnya sangat memadai dan mudah diakses dengan motor maupun mobil. Setiap hari sepanjang tahun bisa kunjungi, jika beruntung teman-teman bisa bertanya secara langsung kepada arkeolog di sana untuk detail setiap artefak dan spot yang ada di situs Liyangan.

Havid Adhitama
An Licenced Amateur Radio, Travel Enthusiast, Love about Nature, Sosio-Culture And Outdoor Activity.

Related Posts

Post a Comment