VAw4HBTsJIe15camAdLyxmr6Gko2NgDKdvrlkFP2

Solo-Riding Melintasi Sepertiga Jawa Tengah - Part 2

Candi Plaosan


Yogyakarta

Di  Yogyakarta, saya singgah selama 3 hari 2 malam, tetapi satu hari penuh saya gunakan untuk beristirahat agar tubuh saya tetap fit mengingat perjalanan baru setengahnya. Di hari kedua, bersama saudara saya mengunjungi candi Plaosan yang berada di perbatasan DIY dengan Kabupaten Klaten Jawa tengah namun secara administratif candi Plaosan masuk ke wilayah Klaten.


Saat pertama kali melihat candi Plaosan, saya merasa aneh dengan arsitektur yang ada. Sebab, bentuknya membingungkan apakah ini candi Hindu atau Budha. Di candi Plaosan terdapat candi dengan atap Ratna yang mencirikan candi Hindu dan juga terdapat candi yang beratap Stupa yang mencirikan Budha.

Setelah bekeliling dan mengambil beberapa gambar, kami putuskan untuk mampir ke warung kopi yang tepat di depan candi tersebut, disitu kami mendiskusikan perihal keunikan arsitektur tersebut, agak gaduh hingga ibu pemilik warung ikut nimbrung dengan diskusi kami, dia tertarik karena mungkin ia merasa diskusi kami perlu diluruskan. Kemudian ibu tersebut menjelaskan bahwa benar candi Plaosan ini berbeda dengan candi kebanyakan, Coraknya kurang jelas apakah ini candi Hindu atau candi Budha sebab bangunan lampau ini adalah mahar dari pernikahan dua anak raja yang memiliki keyakinan yang berbeda. Salah satu dari mereka ada yang Hindu dan ada yang budha mereka menggabungkan juga arsitekturnya sehingga terciptalah candi yang unik ini. Dari penuturan ibu pemilik warung tersebut, candi Plaosan dibangun sekitar pada abad 8 sampai 9 masehi.  Tak terasa diskusi kami di warung berlarut-larut hingga maghrib, kemudian kami memutuskan untuk pulang ke kontrakan.

Lereng Selatan Sumbing

Keesokan harinya, saya meninggalkan kota Yogyakarta. Perjalanan dilanjutkan ke rumah teman saya yang berada di lereng selatan gunung Sumbing namanya Bayu Widodo, yang berada di kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang. Jauh-jauh hari saya sudah mengabarkan jika saya ingin main kerumahnya dan ia mengiyakan. Pada hari itu saya re-packing pakaian dan keperluan kemudian langsung tancap gas menuju lereng Sumbing. Tetapi  kurang beruntung, dari kecamatan Muntilan hingga Kajoran hujan terus mengguyur, tetapi untungnya saya membawa Raincoat ultralight-weight, sangat cocok untuk berpergian di musim apapun, kamu bisa membelinya disini, Klik Tulisan ini.

Sampai di kecamatan Kajoran, saya membuka Whatsapp untuk merouting lokasi yang ia Share-loc ke saya. Ternyata sudah dekat tinggal naik kearah utara sejauh 2 Km hingga ke ujung desa. dengan keadaan basah kuyup, saya sampai dirumah tertinggi di desa tersebut, letaknya di ujung jalan alias sudah mentok dan di belakang rumah teman saya merupakan gunung Sumbing.


Saya langsung disambut hangat oleh keluarganya, selesai melepas raincoat, saya langsung menghangatkan diri di depan tungku alias pawon di dapur rumahnya sambil menikmati teh panas. Secara geografis dan keadaan masyarakat di Kajoran tidak jauh berbeda dengan keadaan dilingkungan  rumah saya yaitu Wanayasa, Banjarnegara. disini masyarakatnya menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian, dengan komoditas utamanya adalah tanaman kentang. Ketika saya berbincang dengan bapaknya ia menuturkan bahwa seluruh bibit tanaman kentang di daerah sini berasal dari Banjarnegara, saya tidak heran karena memang kualitas kentang dataran tinggi Dieng di kecamatan Batur memang bagus. Saya merasa berada di lingkungan sendiri sebab suasananya sama, di dataran tinggi dengan rentang suhu 12-19 derajat di ketinggian 1700mdpl dengan kebudayaan yang hampir sama pula.


Havid Adhitama
An Licenced Amateur Radio, Travel Enthusiast, Love about Nature, Sosio-Culture And Outdoor Activity.

Related Posts

Post a Comment