VAw4HBTsJIe15camAdLyxmr6Gko2NgDKdvrlkFP2

Eksperimen SSTV Di Pendakian Gunung Prau!

 

Beberapa saat yang lalu, saya diajak oleh rekan untuk melakukan pendakian ke gunung Prau yang berada di dataran tinggi Dieng. Gunung ini memiliki ketinggian 2565 meter di atas permukaan laut yang secara geografis meliputi 5 kabupaten di Jawa tengah yaitu Wonosobo, Banjarnegara, Batang, Temanggung dan Kendal.

Gunung Prau sangat friendly untuk pendaki pemula. Waktu tempuh dan jalur yang tersedia masih dalam kategori Affordable. Terdapat beberapa jalur dan basecamp untuk melakukan pendakian ke gunung Prau, antara lain jalur Dieng Dwarawati, jalur Kalilembu, jalur Dieng wetan, jalur Campurejo, Jalur Wates dan Jalur Patak Banteng. Kami memilih jalur Patak Banteng, dengan pertimbangan basecamp ini paling representatif untuk kami singgahi, sekaligus saya memiliki niat untuk berdiskusi dengan pengelola basecamp di sana.

Havid, Laeli, Bayu

Kami melakukan pendakian bertiga, saya di temani Bayu dan Laeli. Bayu merupakan ketua Club Pecinta Alam di kampus, sedangkan Laeli merupakan anggota dan penggiat aktivitas luar ruang. Saya mengiyakan ajakan mereka sebab gunung Prau hanya 40 menit dari rumah, serta kebetulan saya memiliki PR untuk men-survey puncak Prau untuk penempatan Repeater radio LORA 433mhz yang kedepanya akan dijadikan data relayer dari sensor mitigasi bencana di Banjarnegara ke internet gateway.

Bayu dan Laeli berangkat dari Semarang, sedangkan saya dari rumah di Banjarnegara. Sebelumnya kami telah membagi tugas untuk mempersiapkan logistik serta peralatan yang diperlukan. Kami membawa 2 tenda dan berbagai perlengakapan pribadi. Makanan dan minuman juga kami siapkan dengan melimpah wkwk. Perjalanan ini tidak kami anggap serius, hanya sekadar refreshing di kala kami mengerjakan skripsi. Setelah bertemu di Basecamp Patak Banteng dan melengkapi segala administrasi yang diperlukan, kami berangkat menuju ke puncak selepas sholat dhuhur sekitar pukul 13.00 WIB.

Kabut dan gerimis di track pendakian.

Cuaca pada saat itu berkabut dan gerimis, kami memang sudah siap dengan kondisi tersebut. Jalur Patak Banteng terkenal lebih terjal daripada jalur-jalur lain, normalnya perjalanan bisa di tempuh 2 jam tetapi karena kami terlalu banyak hiha hihi di jalur akhirnya kami sampai puncak dalam waktu tempuh 4 jam. Begitu sampai puncak kami langsung menuju camping ground yang ideal dan terbebas dari potensi aliran air ketika hujan, kabut tebal menyelimuti puncak.

Kami bergegas mendirikan tenda, saya memakai tenda Arei yang saya beli pada tahun 2015. Usianya sudah 7 tahun namun kondisinya masih layak, hanya saja coating waterproofnya mulai berkurang. Untuk mengantisipasi air masuk, kami memasang fly sheet yang sekaligus dijadikan “teras” dan pengubung ke tenda milik Bayu. Setelah tenda dan set up sudah siap, saya mencoba mengontak rekan-rekan amatir radio melalui HT yang saya bawa.

Set Up Tenda dengan Fly Sheet.

Di Gunung Prau terdapat tiga tower dan radio room yang berfungsi sebagai repeater berbagai kanal radio, terdapat Repeater UHF/VHF milik ORARI, RAPI, BPBD, Polda, TNI dan beberapa repeater penggiat radio lokal di Jawa tengah. Repeater ini berfungsi memancarkan ulang sinyal radio dari titik A ke titik B dengan daya pancaran yang lebih stabil. Dengan sistem repeating seperti ini memungkinkan rekan-rekan pengguna radio komunikasi di Cilacap berkomunikasi dengan komunikan yang ada di Blora atau di wilayah manapun yang berposisi line of sight dengan puncak Prau menggunakan radio kecil. Fasilitas ini menjadi objek vital jika komunikasi digital terrestrial di jawa tengah lumpuh, repeater-repeater di puncak Prau bisa dijadikan back up komunikasi.

Altimeter Lora Board Dengan Sensor BMP

Namun sore itu saya tidak menggunakan repeater ORARI di Gunung Prau, saya mencoba mengakses repeater yang berada di pesisir utara pulau jawa, tepatnya berada di Pantai Jepara. Saya berkomunikasi dengan beberapa rekan di Jepara dari puncak Prau, tidak disangka rekan saya om Erick dengan callsign YB2NDX juga sedang memonitor di frekuensi tersebut. Beliau memanggil saya via repeater Jepara, setalah ngobrol ngalor ngidul dan menceritakan posisi saya sedang dalam pendakian di gunung Prau, terbersitlah saya untuk mencoba mengirim gambar kepada om Erick.

Posisi di puncak Prau tidak ada sinyal GSM sama sekali, jadi satu-satunya jalur komunikasi yang ada hanyalah radio. Setelah berbincang, saya janjian dengan beliau untuk berkirim gambar melalui SSTV selepas isya. SSTV ini merupakan teknologi jaman perang, di mana kita bisa mengirimkan gambar melalui suara di radio. Tentu dengan decoder dan encoder khusus, bagi rekan-rekan amatir radio berkirim SSTV merupakan hal yang biasa, SSTV ini biasa dijadikan Event juga oleh para astronot di ISS (International Space Station), mereka mengirim gambar dari ISS kepada para penggiat amatir radio di Bumi.

Selepas isya, saya mencoba memanggil om Erick di Repeater Jepara, beliau sudah bersiap dengan aplikasi penerimanya. Saya sendiri juga sudah siap dengan gambar dan aplikasi Encoder yang merubah gambar menjadi suara, saat itu juga saya mencoba mengirim 3 foto. Om Erick menerima gambar yang saya kirim akan tetapi kurang clear, sebab saat saya mentransmisikan SSTV cuaca di puncak gunung Prau sedang gerimis, juga terdapat interfrensi sinyal dari daerah lain yang mengganggu proses pengiriman SSTV dari puncak Prau ke Jepara. Untuk proses lebih jelasnya bisa dilihat pada video di atas tadi.
View dari puncak Prau, Mendung setelah semalaman hujan.
Namun eksperimen tersebut bisa dibilang sukses, gambar yang saya kirim cukup bisa dicerna secara visual walaupun tidak HD. Selepas uji coba tersebut, kami makan malam dengan masakan yang disiapkan oleh Laeli. Puncak Prau diguyur hujan lebat, untungnya set up tenda kami proper untuk menerjang badai di gunung. Hujan reda pada pukul 2 dini hari. Saya tidur bersama Bayu sedangkan Laeli sendiri di tenda tipe Tarp milik bayu yang sangat hangat, sebenarnya kami iri wkwk. Tenda milik saya agak rembes karena kondensasi udara, namun saya dan bayu tetap bisa tertidur dengan lelap.
Ritual Ngopi 

Hingga keesokan paginya, kami bangun dan sholat subuh. Dilanjutkan dengan ritual ngopi sembari menikmati sunrise dari ketinggian 2565 meter di atas permukaan laut, pemandangan terbentang luas ke arah timur, terlihat gunung Sindoro, Sumbing dan juga Gunung Kembang berjejer persis seperti ilustrasi di botol Aqua. Di belakangnya juga terlihat puncak Merapi, Merbabu dan juga puncak gunung Ungaran. Setelah puas menikmati pemandangan dan momen tersebut, kami kembali ke tenda untuk sarapan. Kami memasak nasi di puncak gunung, menanak nasi dengan nesting dan kompor portable memerlukan keahlian khusus, namun Bayu sebagai pakar survival sangat ahli dalam hal tersebut.

Selesai Sarapan

Kami sarapan dengan nasi dan ayam goreng, tidak lupa nugget dan beberapa makanan ringan melengkapi isi perut kami. Tidak terasa matahari sudah tinggi, kami bergegas mengemas barang-barang kami dan kembali turun ke basecamp. Perjalanan pulang cukup singkat, tidak sampai 2 jam kami sudah sampai di bawah, tentu dengan bantuan gravitasi wkwk.

View menuju siang, cukup cerah namun tidak clear

Selepas sampai di basecamp, saya sempat berdiskusi dengan pengelola basecamp gunung Prau, mereka sangat terbuka dengan apa yang saya sampaikan, sehingga untuk perjalanan berikutnya bisa saya persiapkan untuk uji coba lapangan di puncak Prau. Saya sangat menikmati perjalanan seperti ini, sebab menarik untuk ujicoba ketahan perangkat-perangkat hasil eksperimen saya. Perjalanan ke tempat-tempat dengan akses telekomunikasi yang sulit membuat saya lebih yakin bahwa hobi amatir radio yang saya geluti masih bisa mengisi celah di era telekomunikasi digital seperti saat ini. 

Basecamp Gunung Prau Via Patak Banteng

 

Havid Adhitama
An Licenced Amateur Radio, Travel Enthusiast, Love about Nature, Sosio-Culture And Outdoor Activity.

Related Posts

Post a Comment