VAw4HBTsJIe15camAdLyxmr6Gko2NgDKdvrlkFP2

Lawatan Sejarah, Perjalanan Mencari Kitab Suci Para Sejarawan Muda

Tim Lawatan Sejarah Jateng

Beberapa bulan yang lalu, saya berkesempatan mewakili Banjarnegara di event Lawatan Sejarah tingkat regional Jateng, Jatim, dan DIY.  Di event tersebut saya bertemu dengan seorang rekan bernama Rahma yang berhasil menjadi presenter terbaik dan mewakili regional  Jateng untuk maju ke tingkat nasional. Kami sempat banyak cerita saat di hotel tempat kami menginap, ternyata dia hobi menulis di Wattpad dengan ribuan pembaca yang setia menanti ceritanya. Oleh karena itu, random saja saya iseng meminta Rahma untuk menyumbang cerita pengalamanya selama mengikuti event ini. Berikut ceritanya:

Lawatan Sejarah : Perjalanan Mencari Kitab Suci Para Sejarawan Muda

Dengan ditemani semangkuk mi kuah Indomie pakai telur, saya akan mendongengkan kalian sedikit tentang perjalanan saya mencari kitab suci alias perjalanan ke barat atau lebih tepatnya barat laut Pulau Jawa. Ini bukan cerita Kera Sakti yang benar-benar mencari kitab suci lho ya, hehehe. Langsung saja kita mulai.

Suatu Kamis cerah di bulan Maret pada Pelajaran Agama Islam, saya dipanggil agar menemui Bapak Ragil—Guru Sejarah saya, bersamaan juga dengan teman sebangku saya. Ria. Dia sedang ada proyek lomba cagar budaya waktu itu, ya saya pikir mungkin Pak Ragil ingin saya membantu Ria dalam risetnya. Hipotesis saya yang pertama. Yang kedua, Pak Ragil tidak bisa mengajar besuk pagi sehingga mau nitip tugas sama saya. Nah, ternyata kedua anggapan saya salah! Tetot! 1 juta rupiah bagi yang langsung menebak saya disuruh ikut Lomba Lawatan Sejarah Tingkat Jawa Tengah. Mau tambahan lagi? Coba jawab pertanyaan satu ini, apa judul makalah Rahma, Rahma? Siapa dia? Kok tiba-tiba dia muncul dalam cerita? Iya ini saya Si Pendongeng! Saya hitung sampai 3 ya!

Satu

Dua

Tiga

Tetot waktu habis! Mau kalian mikir sampai lebaran kucing juga tidak bakalan tahu juga hehehe.

Dua minggu kemudian, Rahma dan temannya. Sang Ketua OSIS. Ijlal, dan Sang Guru Sejarah Bapak Ragil, bertolak menuju Kota Surakarta. Perjalanan dari Kabupaten Pati—Tempat Rahma bermukim, kira-kira sekitar 3-4 jam melewati Purwodadi. Kami bertiga sama supir berangkat pukul 7 pagi dan tiba di Solo pukul 11 siang. Saya masih ingat, kami peserta pertama yang sampai disana. Karena check-in nya jam 12, kami putuskan buat cari makan dulu. Kami mencari warung makan berdasarkan insting melihat beberapa sudut tempat hanya terdapat warung yang masih belum buka. Oh iya, kalau kalian ingin tahu sekali kami menginap dimana, oke saya beri tahu. Pose In Solo dekat Stasiun Solo Balapan.

Balik ke topik, singkat cerita kami akhirnya check in setelah makan siang dan makan siang lagi di hotel karena sudah disediakan juga oleh panitia. Sore harinya, acara pembukaan dimulai. Rahma duduk di barisan nomor 2 sama Ijlal dan Pak Ragil entah dimana. Saya duduk itu tegang sekali, maklumlah ini lomba tingkat propinsi, Rahma takut mengecewakan sekolah. Apalagi setelah melihat judul di spanduk, intinya saya menangkap judulnya itu meneladani sosok pahlawan lokal. Lokal dalam pikiran saya itu ya pahlawan daerah. Kalian tahu judul makalah saya apa?

Inggit Garnasih : Kekuatan Wanita di Balik Tirai Sang Proklamator. Adakah dari kalian wahai saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air yang membaca ini kenal dengan Inggit Garnasih? Saya tunggu jawabannya...

Rahma & Yemima

Lantas apa yang terjadi pada Rahma selanjutnya? Jelas Rahma Si Gadis Pesimistik akan hadir menemani anda sekalian. Jangan benci ya, dinikmati saja ceritanya. Saya sekamar dengan anak Grobogan, namanya Vicky. Ramah banget anaknya, asik juga diajak bercakap-cakap. Nah, tetangga sebelah kiri ada Bang Bril atau Brilian dan sebelah kanan ada Ijlal dan Pak Ragil. Jujur saya sehari itu saya cemas dan memilih untuk berpasrah diri lebih tepatnya meyakinkan diri kalau saya tidak bisa masuk 27 besar. Syukur-syukur sudah mewakili Kabupaten sampai sini, sudah itu saja yang saya pikirkan sehari penuh.

Besok paginya, rombongan anak lawatan sejarah diajak berjalan-jalan mengelilingi Kota Surakarta. Nggak sih, bohong. Jadi kami mengunjungi Museum Radya Pustaka, kemudian Keraton Surakarta dan berakhir di Astana Giribangun. Saya tidak akan menceritakan secara rincinya, kalau kalian mau tau lebih lanjut bisa kunjungi sendiri objek-objeknya ya.

Nah, malam harinya Rahma kecapekan malah sampai berpikir untuk tidak mengikuti acara presentasi makalah. Maklum saya sudah yakin sekali nggak bisa tembus 27 besar, sementara itu Vicky tampak mempersiapkan materi yang akan dia sampaikan. Saya? Cuma tidur-tiduran sambil nonton TV. Oke abaikan, kita lanjut kesesi selanjutnya dimana malam presentasi dimulai. Rahma duduk di barisan belakang sama Ijlal, Vicky, dan Bang Bril.

“Saya akan panggil peserta yang akan maju presentasi. Ini tidak berdasarkan peringkat ya. Acak saja.” Kata Pak Joko (Kalau tidak salah) Beliau itu ceritanya disini adalah panitia.

“Yemima Maria.” Dia dari Kudus.

“Rizko” Sama. Dia temannya Yemima.

“Aulianisa Rahma.” Deg! Kok bisa? Lho kok bisa??

Menyusul Rahma, ternyata Ijlal juga ikut dipanggil. Rahma jelas langsung panik, siapa yang ga panik orang saya menyiapkan materi saja belum. Ya Allah Ya Tuhanku selamatkan Hambamu ini.

“Jlal, aku ugung siap-siap piye terus iki? Mosok langsung maju.” (Jlal, aku belum siap-siap ini gimana? Masak langsung maju aja?)

“Halah aku yo ugung, wes angger maju.” (Alah aku juga belum, udah asal maju aja)

Yaudah saya maju saja tanpa persiapan, diberi waktu 5 menit dan sudah diperingatkan langsung saja ke inti materi tapi Rahma malah mengarang indah ngomong sana-sini nggak jelas. Pokoknya nggak sadar saja ngomong apa waktu itu.

27 besar peserta sudah keliatan semua. Pengumuman pemenang akan disampaikan besuk pagi. Tapi tunggu dulu, ada pengumuman yang lebih penting! Semua peserta yang masuk dalam 27 besar akan diberangkatkan ke Jogja untuk mengikuti Lawatan Sejarah Regional se-Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY. Ya Allah Ya Lord terima kasih! Rahma dan Ijlal jalan-jalan lagi part 2! Dan siap drumroll nya saya akan umumkan siapa saja yang menang! Ga deng, udah lupa siapa aja yang menang hahahaha. Juara 1 nya itu Ihza dari Tegal, Juara 2 nya Rahma lupa, Juara 3 nya itu Zidan dari Tegal. Dia itu adik kelasnya si Ihza. Juara 4 nggak inget juga.

Juara 5 Aulianisa Rahma. Seriusan kan? Nggak bohong? Juara 6 si Itin dari Wonosobo.

Okey, jadi itu perjalanan saya di Solo. Berakhir dengan mendapatkan juara harapan 2. Alhamdulillah. Saya seneng banget waktu itu, bukan karena dapat juara harapan 2 nya sih yang buat saya seneng banget, tapi jalan-jalan gratis ke Jogja-nya hahaha. Wah tidak tau malu memang anak ini. Tidak, saya juga senang kok bisa juara harapan 2. Rahma bersyukur sekali bisa dapat peringkat 5 besar. Pokoknya Rahma senang dan nggak tau kenapa saya ngerasa puas dapet peringkat 5. Ya maklum saja, saya nggak ada niatan buat dapat juara umum juga sih.

Tim Laser Jateng!

Lanjut ya? Skip 1 bulan persiapan makalah saya. Karya tulis yang saya buat ini saya pikir lebih sederhana dari pada yang pertama, cuma memang saya disini lebih banyak menggunakan buku referensi. Berbeda dengan makalah yang sebelumnya, baca beberapa artikel dan satu buku ditambah satu film lalu saya interpretasikan.

Judulnya jeng...jeng..jeng... Di Balik Layar Monte Carlo : Soekarno Sang Dalang Pencetak Jiwa Nasionalisme Masyarakat Bengkulu. Ya gitulah, ala-ala. Itu udah ganti judul 2 kali juga. Menurut saya dalam menulis memang bagian paling susah itu menentukan judul tulisannya. Kenapa? Karena disini kita harus menentukan sebuah kalimat yang menarik dan kuat tetapi tidak keluar dari bahasan kita namun juga tidak boleh menjelaskan isi secara jelas juga. Takutnya nanti malah tidak tertarik untuk dibaca sebab dari judulnya saja sudah gamblang menjelaskan.

Kami tiba di Yogyakarta pukul 14.15 menggunakan bus bersama peserta Lawatan Sejarah Jawa Tengah dari Semarang. Sesampainya kami disana, kami mengikuti pre-test yang diberikan oleh panitia kemudian pada malam harinya kami diberi pembekalan materi oleh narasumber seputar merawat keberagaman melalui memori kolektif untuk memperkokoh karakter bangsa.

Lanjut! Di Yogyakarta kita menghabiskan waktu yang bisa dibilang mengasyikkan tapi juga melelahkan. Disini kami dituntut untuk berdiskusi dan mencari bahan untuk dipresentasikan. Jadi berbeda dengan sebelumnya, karya tulis tidak dipresentasikan namun hasil yang kami dapatkan saat kunjungan ke lapanganlah yang dipresentasikan.

Kami semua dibagi ke kelompok-kelompok dicampur dengan peserta dari luar propinsi yaitu Jawa Timur dan DIY. Kelompok Rahma terdiri dari : Ijlal, Wildan, Ega, Din, Dea, yang satu aku lupa pokoknya dia anak DIY. Maafkan Rahma ya kawanku, abis saya kebanyakan makan micin sih jadi pelupa.

Saya nggak habis pikir begitu dapat materi yang benar-benar diluar bayangan saya untuk dikaji di lapangan.Kehidupan sehari-hari. Detik itu juga saya langsung mikir, ini kehidupan sehari-harinya siapa? Pahlawan yang ada di tempat bersejarah itu? Atau masyarakatnya? Saya putusin buat masyarakatnya yang saya kaji. Maafkan Rahma yang kala itu bossy banget ya kawan-kawan sekelompok dan sepenanggungan, asal ngomong seenak jidat.

Ternyata ketika di lapangan.... tetot! Jauh dari ekspektasi. Ternyata itu bukan objek wisata kayak yang saya bayangin. Saya pikir paling seperti di Borobudur banyak masyarakat yang berjualan sebagai kehidupan mereka sehari-hari. Ternyata tidak pemirsa! Tempat yang kami kunjungi di hari pertama berupa monumen saja. Ditambah itu monumen adanya di tengah lingkungan masyarakat. Ya ibaratkan seperti ada patung di tengah-tengah desa. Yaudah gitu. Jadi bukan dibuat tempat wisata pakai karcis gitu.

Kunjungan yang pertama itu ke Monumen Radio AURI PC 2 yang lokasinya berada di Gunung Kidul, Yogyakarta. Monumen ini sebagai penanda adanya alat pemancar radio pada masa Agresi Militer Belanda II yang digunakan untuk alat penyebar luas kabar yang krusial saja. Disana kami melakukan tanya jawab dengan narasumber dan melakukan wawancara dengan penduduk sekitar.

Mau tau lokasi tepatnya dimana? Di dalam lingkungan sekolah dasar saudara-saudara! Yang saya wawancarai adalah para ibu yang sedang menunggu anaknya kembali dari sekolah. Kurang luar biasa apa coba kegilaan saya. Kebanyakan makan mi instan sih ckck. Intinya saat itu saya sudah nyerah mau nampilin presentasi apa yang penting adalah yang nanti kelompok saya presentasikan. Malamnya saya pun mempresentasikan eh kok saya, maksudnya teman-teman saya juga. Ya sudah saya bahas saja hasil wawancara saya dengan ibu-ibu tadi pagi.

Hari selanjutnya bisa di bilang lebih menegangkan lagi, coba tebak?!! Kami disuruh melakukan debat! Dah kurang berat apa coba cobaan kami. Udah capek seharian jalan-jalan malamnya disuruh mikir materi debat yang baru saat itu juga diberi tahu. Basic saya memang di debat sih tapi coba deh mikirin materi debat dengan keadaan mata sudah tinggal 10 watt. Bisa gila, bisa gila, bisa gila. Ga deng. Untung Rahma punya ide! Mari kita eksekusi!

Jadi karena saya sudah sangat mengantuk dan males bicara, saya putusin buat mikirin materinya saja kemudian saya manfaatin deh teman-teman satu kelompok saya. Dasar licik nih si anak tukang makan micin. Dalihnya sih, “Udah, kasih deh kesempatan yang lain buat ngomong. Kita itu harus berbagi.”

Alah padahal ngantuk juga si anak tukang makan micin.

Pada intinya perjalanan saya di Jogja bisa dibilang paling berat karena udah capek-capek pagi sampai maghrib jalan-jalan cari materi, malemnya masih disuruh mikir. Udah saya berpikir menang saja tidak, pasrah saja pada Tuhan. Aku penganut Team A soalnya. (Team A re : Anggeran, Awuran artinya Asal-asalan) Pokoknya waktu di Jogja saya ngasal aja terus sampai malam, bahkan waktu di objek kunjungan saja saya malah ngantuk-ngantuk saking enaknya suasana Jogja hahahaha.

Saya cuma mau jalan-jalan disini. Liat orang-orang yang sangat peduli sama sejarah dan mencari ilmu. Itu motivasi saya. Eh malah sesuatu yang sangat tak terduga pun terjadi! Pagi itu saya sedang live via instagram. Itu hari terakhir saya di Jogja, saya kepengen liatin kondisi sekarang sama teman-teman saya yang di Pati (yang mungkin juga sudah rindu sama saya hahaha)

“Nanti aku liatin deh pentas seninya. Nanti aku liatin juga siapa yang jadi juara-juaranya.” Kataku. Teman-teman di Pati antusias di tambah lagi saya juga ngenalin teman-teman saya yang ganteng hahahaha. Saya panggil teman saya yang namanya Rizko dari Kudus, mukanya emang oppa-able banget hahaha, teman-teman saya di Pati sampai tertawa. Kemudian teman saya Wildan dari Semarang, teman saya yang di Pati pengen liat gimana sih muka anak Smaga Semarang itu seperti apa.

Belum selesai saya live, pengumuman perwakilan regional ke nasional pun dimulai.

Juara 1 DIY : Muhammad Galang. WOW Saya sih nggak heran, dia emang pinter banget-banget. Selama di Jogja, saya selalu liatin dia. Emang pinter gila itu anak. Mungkin dia makan tidak pernah pakai micin kali ya?

Juara 2 DIY : Embun. Ga heran juga dia kayanya emang kompeten banget anaknya.

Juara 3 DIY : Lupa

Ini dia momen yang paling ditunggu se-anak Jateng Gayeng. Saya dan Ihza yang kebetulan duduk disamping saya, menerka-nerka siapa yang akan jadi juara. Mau tau siapa nggak? Jangan ah hahaha.

“Kamu jangan takut, Za. Kamu pasti masuk nasional. Udeh deh percaya. Kalau sampai kamu nggak masuk nasional kamu harus kasih aku teh dari Tegal lho!”

“Oke! Kalau kamu ikut masuk nasional kamu harus kasih aku juga lho!”

“Ga mungkin. Ngarang pol. Yaudah nek aku sampai masuk tak kasih novelku kamu.” (Mana mungkin kan Rahma masuk? Sesumbar dulu bolehlah nggak mungkin juga aku kasih novel ke Ihza. Saya beli novel itu kayak perjuangan banget. Intinya kalau saya mau beli novel aku harus dapet nilai bagus dulu baru beli novel)

“Juara 1 Regional Jawa Tengah atas nama Aulianisa Rahma Dyah Rusyadi dengan nilai 85.” Sumpah saya waktu itu kayak, “Bangun woy bangun! Kamu ini ngimpi! Ayo ndang bangun ini mestine udah pagi! Ayo ndang siap-siap Ma!”

Speechless!

Ihza langsung meluk saya erat banget. Saya nangis deh. Nangis senangis-nangisnya. Tidak percaya sama sekali kalau saya juara pertama. Dan mau tau siapa yang juara 2? Ihza! Juara 3 nya, Wildan. Dia sekelompok sama aku!! Satu bis sama aku sama Ihza! Kan saya baper. Seperti ada sebuah ledakan bom panci. Kaget banget saya. Saya langsung pelukan lama banget sama Ihza! Masih dalam keadaan saya nangis parah. Parah banget deh kalau itu saya nangisnya. Terus saya cari dong guru saya yang kemarin di Propinsi Juara 2. Saya nangis ke Pak Ragil.

“Pak Ragil....” Itu masih mewek lho saudara-saudara sekalian!!! Nangis deh sejadi-jadinya. Dan Pak Ragil be like : “Lho menang kok malah nangis. Ojo nangis ah Ma. Aku gaiso ngeneng-ngeneng kowe Ma.”

Sudah deh hari itu kaya hari terbaik dalam hidup saya. Maksud saya, liat deh seorang Rahma si anak kebanyakan makan mi instan mewakili regional ke Bengkulu. Sudah gila saya memang. Sudah-sudah kita lanjutkan kapan-kapan saja ya perjalanan saya ke Bengkulu, yang itu bisa panjang ceritanya karena Rahma si anak kebanyakan micin mengalami berbagai macam kejadian aneh bin ajaib disana. SEE YOU LATER!!


Havid Adhitama
An Licenced Amateur Radio, Travel Enthusiast, Love about Nature, Sosio-Culture And Outdoor Activity.

Related Posts

2 comments