Pada artikel
sebelumnya yang berjudul “E2YOTA Thailand: Resiliensi Internasional AmatirRadio Muda”, sudah sedikit saya ceritakan terkait keseruan kegiatan selama
seminggu bersama teman-teman amatir radio muda dari berbagai penjuru dunia di
Pattaya City, Thailand.
Nah, pada artikel
ini saya akan bercerita terkait experience berburu street food Thailand yang
terkenal unik dan ekstrim! Sebelum keberangkatan, saya sudah diberi formulir
terkait kebutuhan khusus dan prefrensi makanan selama di Thailand, Formulir ini
berguna agar panitia bisa mempersiapkan subtitusi makanan jika yang disajikan
mengandung alergen atau intoleran, ini adalah hal mendasar di pertemuan internasional
sebab tamu yang datang berasal dari kebudayaan yang berbeda-beda serta
kebiasaan makan yang berbeda pula tentunya. Saya tidak memiliki alergi makanan
apapun, namun saya mengisinya dengan special request halal food.
Ketika mendarat di
Svarnabhumi airport Bangkok, saya sudah ditunggu oleh Pop, amatir radio senior
dari Thailand dengan callsign HS1JZT yang bertugas mengkoordinir tamu menuju ke
venue. Setelah sedikit berbincang dan jajan di Seven Eleven saya bergegas
menuju mobil yang sudah dipersiapkan, kami naik toyota Hiace Revo, begitu masuk
vibes “Jamet Thailand” sudah begitu terasa, musik jedag jedug Thailand yang
tidak jelas ini menemani perjalanan saya dari Airport ke Pattaya City.
|
Landing di BKK Svarnabhumi Airport Bangkok |
Perjalanan sekitar satu
jam dari Bangkok menuju ke Pattaya City ke arah selatan. Lokasi venue berada di
ECO Resort by Thammasat University. Sesampainya di hotel, saya regristrasi dan
check in kemudian diarahkan untuk makan malam. Sialnya, saya tidak ngeh pada
saat itu. Bento Box langsung saya ambil dan bergegas ke kamar untuk membersihkan
diri. Setelah itu saya makan dengan rekan saya di kamar, box tersebut berisi
nasi goreng. Tanpa berpikir panjang kami habiskan, baru ketika kami keluar
kamar dan ngobrool di loby, teman saya Vincent menanyakan kami ambil box yang
di mana? Karena stok halal food masih utuh sementara tamu sudah datang semua.
|
Regristrasi dan Check In ECO Hotel & Resort |
Ternyata yang kami
makan adalah nasgor babi, saya dan Indra hanya saling menatap dan tertawa. Kebetulan
halal food yang disediakan panitia memang sudah disesuaikan dengan formulir,
dan halal food hanya disediakan untuk saya dari Indonesia dan rekan dari
malaysia. Setelah kejadian tersebut, kami selalu bertanya ke waiters resto
terkait makanan-makanan olahan yang disediakan.
Beruntungnya,
setelah kejadian tersebut makanan yang disediakan segera digeneralkan non-pork
food, makanan kami selama semiggu
terjamin kehalalanya, meskipun agak ragu semisal mereka menambahkan bumbu siap
pakai yang bisa saja mengandung pork oil, namun itu semua diluar kendali kami,
saya percaya saja dengan klaim rekan-rekan amatir radio Thailand ini.
|
Breakfast bersama rekan Malaysia |
Di hari ketiga, kami
berkeliling Pattaya dan buffet dinner di Patayya Park Tower di lantai 54 dengan
view 360 derajat. Konsep yang cukup unik dinner dengan rotary table, meja dan
tempat duduk kami berputar di ketinggian dengan view city light Pattaya yang
terkenal sebagai Las Vegasnya Thailand. Meskipun buffet all you can eat, saya
hanya fokus makan seafood, olahan seperti Tomyam yang berisi bakso-baksoan tidak
saya sentuh sama sekali meskipun sangat menggoda, karena saya tidak tahu daging
apa yang dipakai. Misalpun itu daging sapi, saya agak ragu terkait kontaminan
yang ada dalam masakan tersebut. Sehingga saya full menikmati Raw salmon, oister,
lobster dan seafood lainya yang jelas halalnya.
|
Buffet Dinner Pattaya Park Tower 54th floor |
Memang benar
Patayya ini Las Vegasnya Thailand, mungkin bisa dibayangkan ini Bali-nya
Thailand namun lebih brutal, di sini kalian bisa jajan Ganja dengan bebas,
entah mau dilinting untuk dihisap, atau membeli produk turunanya seperti permen
hingga LSD atau cannabis oil. Cannabis Store dan panti pijat berjejer sepanjang
jalan, para terapis berjejer duduk di balik kaca. Ini terlihat seperti
aquarium, nahh di Pattaya ini semua ada. Dari pijat relaksasi biasa hingga
pijat esek-esek dan ini semua seamless tanpa tepi, kita mesti jeli untuk jasa pijat
di Pattaya. Hingga membedakan wanita asli dan lady boy pun tidak bisa
teridentifikasi karena mereka trans totalitas.
|
Raw Salmon
|
Saya di mobil
ngobrol dengan Kwan Chantano, dia seorang polwan di Thailand yang juga amatir
radio dengan callsign E25KFR, ia menuturkan bahwa Human Traffiking di Pattaya
itu tinggi, narkotika dan pelacuran anak di bawah umur sangat marak di balik
bisnis hiburan yang tidak bertepi ini. Meskipun ia juga Polisi, tapi ia
menuturkan bahwa polisi di Patayya tidak bisa membendung kriminalitas di sini. Kami
sebagai foreigner tidak diperbolehkan masuk ke kawasan beach club karena marak
scam terhadap wisatawan asing dan juga copet.
|
Gerai Ganja Legal Thailand |
Setelah acara di Pattaya
selesai, kami diantar kembali ke Airport, namun kami tidak langsung pulang ke Indonesia.
Kebetulan kami difasilitasi oleh om Wahyudi Hasbi, Chairman IARU R3 yang sekaligus
menjabat kepala Pusat Teknologi Satelit LAPAN BRIN kamar hotel di Bangkok. Kesempatan
ini saya gunakan untuk jalan-jalan di Bangkok diluar agenda E2YOTA. Saya check in
di Mercure Hotel Bangkok yang berada di pusat kota. Saya ingin berburu street
food seperti apa yang saya lihat di instagram sebelumnya, kebetulan di Thailand
kami bertemu dengan teman dari Indonesia yang sedang kuliah di Thailand, mba
Friska Resista. Ayah mba Friska ini juga seorang amatir radio dari Klaten,
karena dia sudah lama di Thailand maka saya ngikut saja diajak keliling
Bangkok. Ia menjadi guide saya untuk explore di Bangkok.
|
View Kota Bangkok dari Mercure Hotel |
Selepas saya
menaruh barang-barang di kamar hotel, mba Friska datang dan menunggu di loby,
kebetulan tempat tinggalnya dekat dengan hotel yang saya singgahi. Kemudian kami
langsung bergegas ke Pratunam Market, pasar ini menjadi rujukan turis ketika
berkunjung ke Bangkok karena lokasinya strategis dan harga-harga barangnya cukup
terjangkau, Pratunam Market ini semacam pasar Tanah Abang di Jakarta,
lapak-lapak di lorong pasar. Namun di sini sangat bersih! Di sepanjang jalan anda
bisa mencicipi Mango Sticky Rice yang otentik dari Thailand serta gerai Thai
Tea yang berjejer.
|
Platinum - Pratunam Market wt. mba Friska |
Kami menyusuri
lorong-lorong pasar dengan antusias, sebenarnya tidak begitu jauh berbeda
dengan Jakarta, akan tetapi vibes tulisan-tulisan di sekeliling dengan aksara
Thailand ini yang membuat kesan sedang berada di lingkungan yang sangat asing. Tujuan
utama kami adalah Platinum. Platinum ini merupakan mall yang berada di kompleks
Pratunam Market yang berisi berbagai macam barang dari Fashion, makanan
kemasan, street food, hingga food court. Terdapat 6 lantai di sini dengan sub
kategori jenis barang. Semisal di lantai 4 ada asesoris seperti gantungan kunci
dan perintaln-perintilan khas Thailand, kemudian lantai 5 berisi makanan kemasan,
dan di lantai 6 ini berisi food court yang sangat lengkap dengan mekanisme
pembayaran yang unik.
|
Suasana Pratunam Market |
Jika kalian pernah
lihat mba-mba live tiktok jasa titip barang dari Thailand, maka kemungkinan
besar mereka live nya di lokasi ini. Sebab sepanjang kami masuk di Platinum
ini, isinya kebanyakan wisatawan dari Indonesia dan Malaysia yang sedang live
dan hunting barang. Pemandangan yang sedikit asing bagi saya, di negeri orang
tetapi sekelilingnya menggunakan bahasa Indonesia.
|
Mango Sticky Rice - Platinum, Pratunam Market |
Setelah saya mendapatkan
beberapa barang untuk oleh-oleh, kami menuju ke food court lantai 6. Di sini
banyak sekali pilihan tenan resto dengan berbagai macam menu, tapi balik lagi
saya cari aman mencari gerai yang pasang label halal. Saya makan malam dengan
mencicipi nasi Briyani Pakistan, karena hanya gerai ini yang menempel tulisan
halal. Rasanya biasa saja seperti nasi kebuli pada umumnya, namun di sini saya
mencicipi Thai Tea Otentik! Tentu rasanya berbeda dengan Khab Khun atau Cha Time,
rasanya lebih otentik. Minum Thai Tea di negara asalnya langsung.
|
Street Food Court Bagian luar Platinum |
Di depan Platinum
ini juga menjadi pusat street food court, jajanan halal hingga jajanan ekstrim
semacam Buaya Panggang, sate kelabang, sate kalajengking dan juga tikus bakar
ada di sini! Harganya sekitar 40 ribu rupiah pertusuk. Saya tidak berani
mencicipinya, hanya melihat-lihat saja. Sebenarnya tertarik untuk mencicipi,
namun pertimbangan yang berat adalah ketika saya diare karena makanan ekstrim
ini, saya rasa akan menjadi masalah besar di perjalanan pulang.
|
Platinum Mall dari Jembatan |
Ini pengalaman yang
mengesankan bagi saya, bisa menjelajahi tempat baru dengan kebudayaan yang
berbeda, alhamdulilahnya teman-teman saya di sini sangat respect untuk seorang
muslim seperti saya, dari cara mereka memberikan space untuk beribadah hingga
menyediakan makanan-makanan halal. Sebenarnya banyak batasan terkait kuliner di
Thailand untuk muslim, karena makanan di sini mayoritas pork based, mesti jeli
memilih makanan. Namun jika anda seorang non-muslim, Thailand adalah surga
kuliner dengan berbagai menu uniknya!